Hadis Memotong Kuku Kurban
Diwayatkan dari Ummu Salamah RA, Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلَالَ ذِي الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
“Jika kalian melihat hilal Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari rambut dan kukunya. [HR Muslim]
_Catatan Alvers_
Sungguh aneh perilakunya, tidak membeli hewan kurban dengan alasan hewan kurban mahal dan tidak mampu sementara membeli smartphone terbaru saja ia mampu dan membeli moge (motor gede) gak dianggap mahal. Padahal tidak pernah ada orang masuk neraka gara-gara tidak mampu membeli smartphone dan mengendarai moge. Tidakkah ia tahu bahwa hewan yang ia kurbankan akan menjadi pengantarnya kelak ke surga dan penyelamatnya dari api neraka hingga kuku dan rambutnya dilarang untuk dipotong hingga kurbannya disembelih sehingga pembebasan dari api neraka ini meliputi sekujur tubuhnya. Berikut penjelasan lengkap masalah yang sering ditanyakan bahkan diperdebatkan ini.
Terdapat beberapa riwayat dalam shahih muslim yang berbeda redaksi mengenai larangan memotong kuku pada 10 hari awal dzulhijjah. Redaksi lainnya adalah :
إِذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا
Jika sudak masuk 10 (awal) bulan dzulhijjah dan salah seorang diantara kalian hendak berkurban maka janganlah ia “menyentuh” sedikitpun rambut dan kulitnya. [HR Muslim]
Dalam Redaksi lain juga disebutkan :
إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ وَعِنْدَهُ أُضْحِيَّةٌ يُرِيدُ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَأْخُذَنَّ شَعْرًا وَلَا يَقْلِمَنَّ ظُفُرًا
Jika sudak masuk 10 (awal) bulan dzulhijjah dan seseorang memiliki hewan yang hendak dijadikan kurban maka sungguh hendaklah ia tidak mengambil sedikitpun rambut(nya) dan hendaklah ia tidak memotong kukunya. [HR Muslim]
Setelah kita mengetahui dasar haditsnya, mari kita lihat bagaimana para imam memahami hadits larangan tersebut. Ulama berbeda pendapat :
1. Sa’id bin Musayyab, Rabi’ah, Ahmad, Ishaq, Dawud dan sebagian Syafi’iyyah berpendapat bahwa larangan di atas adalah haram berdasarkan redaksi hadits di atas. [Syarah Nawawi] Terdapat tambahan :
و قيل يحرم مالم يحتج اليه و عليه احمد فان احتاج فقد يجب كقطع يد سارق و ختان بالغ و قد يسن كختان صبي و قد يباح كقلع سن وجعه
Ada pendapat bahwa hal tersebut haram selama tidak ada hajat. Ini pendapat Imam Ahmad dan jika ada hajat maka boleh jadi menjadi wajib hukumnya seperti memotong tangan pencuri, khitan anak yang sudah baligh dan terkadang menjadi sunnah hukumnya seperti khitan pada anak kecil dan terkadang mubah saja seperti memotong (mencabut) gigi yang sakit. [Busyral karim I/701]
Dengan demikian saya berpendapat bahwa memotong kuku yang menyebabkan sakit pada jari maka termasuk hal yang dibolehkan meskipun mengikuti pendapat yang mengharamkan memotong kuku karena adanya hajat dengan diqiyaskan kepada mencabut gigi karena sakit.
2. Imam Syafii dan Ashabnya : Makruh tanzih dan bukan haram. Hal ini berdasarkan hadits Aisyah RA berikut :
أَنَا فَتَلْتُ قَلَائِدَ هَدْيِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيَّ ثُمَّ قَلَّدَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِيَدَيْهِ ثُمَّ بَعَثَ بِهَا مَعَ أَبِي فَلَمْ يَحْرُمْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَيْءٌ أَحَلَّهُ اللَّهُ لَهُ حَتَّى نُحِرَ الْهَدْيُ
Aku pernah menganyam tali kalung hewan hadyu (hewan yang disembelih sebagai kewajiban haji tamattu’ dan qiran) dari Rasulullah saw, kemudian beliau mengikatkannya dengan tangannya dan mengirimkannya beserta ayahku maka tidak haram atas beliau ; apa-apa yang telah dihalalkan Allah SWT (semisal memotong kuku dll), hingga hewan tadi disembelih [HR. Bukhari]
Mengirimkan binatang hadyu dalam hadits bukhari di atas lebih kuat dari sekedar berazam untuk berkurban. Maka dari hadits ini dipahami bahwa memotong kuku dll. tidaklah haram hukumnya dan hadits-hadits larangan memotong kuku yang ada itu ditafsiri sebagai makruh tanzih. [Syarah Nawawi]
Asy-Syairazi (w. 476 H) dari kalangan Asy- menyebutkan :
ولا يجب عليه ذلك لأنه ليس بمحرم فلا يحرم عليه حلق الشعر ولا تقليم الظفر
“Dan hal itu bukan kewajiban, karena dia tidak dalam keadaan ihram. Maka tidak menjadi haram untuk memotong rambut dan kuku”. [Al-Muhazzab]
Larangan di atas mencakup menghilangkan kuku dan rambut dengan berbagai macam cara semisal memotong, memutus, memendekkan, mencabut dll. dan rambut yang dimaksud adalah semua bulu seperti rambut kepala, bulu ketiak, kumis dan bulu kemaluan. Ibrahim al-Mirwazi dan lainnya berpendapat bahwa larangan ini juga berlaku ke semua anggota badan karena adanya hadits : janganlah ia “menyentuh” sedikitpun rambut dan kulitnya. [HR Muslim] [Syarah Nawawi]
3. Abu Hanifah : Makruh. D. Imam Malik: dalam satu riwayat berpendapat tidak makruh, dalam riwayat lain berpendapat makruh, dan dalam riwayat lain berpendapat : haram dalam kurban sunnah bukan wajib. [Syarah Nawawi] sesuai dengan berbeda-bedanya riwayat hadits larangan di atas.
Lantas, apa hikmah larangan memotong kuku dan rambut pada 10 hari awal dzulhijjah hingga hewan kurabnnya disembelih? Imam Nawawi berkata :
والحكمة في النهي أن يبقى كامل الأجزاء ليعتق من النار ،
Hikmah dari larangan tersebut adalah agar orang yang hendak berkurban jasadnya utuh sehingga pembebasan dari api neraka meliputi semua anggota badannya. [Syarah Nawawi] mengingat dalam hadits disebutkan :
إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
Sungguh hewan kurban akan datang di hari kiamat dengan tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, kuku-kukunya. Sungguh darahnya akan jatuh di tempat (yang di kehendaki ) di sisi Allah sebelum jatuh di bumi, maka ikhlaskan hatimu dengannya.” [HR Tirmidzi] Kami kemukakan hadits ini meskipun dinilai lemah karena Hadits ini dalam ranah motivasi saja (fadhailul A’mal).
وقيل : التشبه بالمحرم ، قال أصحابنا : هذا غلط ؛ لأنه لا يعتزل النساء ولا يترك الطيب واللباس وغير ذلك مما يتركه المحرم .
Ada pendapat mengatakan bahwa hal ini menyerupai keadaan orang yang sedang berihram namun hal ini dianggap keliru oleh para ulama syafiiyyah karena ia tidak dilarang menggauli istrinya, memakai wewangian, pakaian berjahit dll. dari perkara-perkara yang wajib ditinggalkan seorang muhrim. [Syarah Nawawi]
Namun terlepas dari perbendaan pendapat di atas, mematuhi larangan ini termasuk kesempurnaan kurban di sisi Allah dan merupakan kesempurnaan ibadah kita kepada Allah swt.
Pelajaran lain yang penting sekali dari odoh kali ini adalah kenyataan bahwa orang yang mengikuti pendapat satu madzhab seperti imam syafi’i itu bukan berarti meninggalkan hadits ataupun berhukum kepada selain hukum Allah, justru sebaliknya mengikuti pendapat imam syafi’i yang terkenal keilmuannya merupakan bentuk mengikuti hadits dengan pemahaman yang benar dan sempurna. Wallahu A’lam. Semoga Allah Al-Bari menjadikan sempurna dari setiap ibadah kita dan menjadikan kita sebagai orang yang berwawasan nan sempurna dengan menghargai perbadaan pendapat para ulama yang sempurna keilmuannya.
Salam Satu Hadits
Al-Hafidz Ibnul Jawzi berkata : _Barang siapa yang ingin amalnya tidak terputus setelah ia wafat maka sebarkanlah ilmu (agama)._ [At-Tadzkirah Wal Wa’dh]
0 Response to "Hadis Memotong Kuku Kurban"
Post a Comment